
OTT KPK di Medan, Sejumlah Pihak Terjaring Operasi Senyap
OTT KPK di Medan, Sejumlah Pihak Terjaring Operasi Senyap
MedanPerludem mengusulkan agar pemilu dipisah menjadi dua bagian, yaitu pemilu nasional dan pemilu daerah. Perludem juga menyarankan keduanya dilakukan dengan Jarak 2,5 tahun.
Bak gayung bersambut, lima tahun berselang MK memutuskan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. Menariknya, putusan itu berdasarkan gugatan yang diajukan Perludem yang mengajukan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut teregister dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Perludem menilai pemilu serentak dengan lima kotak suara di TPS telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Pemohon menilai pengaturan keserentakan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden tidak lagi bisa hanya dipandang sebagai pengaturan jadwal pemilu saja.
Baca Juga:
Pemohon menilai pengaturan jadwal pemilu berdampak serius terhadap pemenuhan asas penyelenggaraan pemilu yang diatur Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Dia mengatakan pengaturan pada UU Pemilu yang memerintahkan pelaksanaan pemilu presiden, DPR, DPD, dibarengi dengan pemilu anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota telah membuat partai politik tidak punya waktu yang cukup untuk melakukan rekrutmen dan kaderisasi politik untuk mencalonkan anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus.
MK mengabulkan permohonan gugatan tersebut. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," ujar Ketua MK Suhartoyo mengucapkan amar putusan, Kamis (26/6/2025).
Baca Juga:
MK lalu menjelaskan pertimbangan di balik putusan memisahkan pemilu nasional dan daerah. MK menilai pemilu serentak membuat masyarakat jenuh dan tidak focus.
"Menurut Mahkamah, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional ke depan adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD dan presiden/wakil presiden, dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota," ujar hakim MK Saldi Isra dalam sidang yang digelar, Kamis (26/6/2025).
MK menyatakan waktu penyelenggaraan pilpres serta pileg yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pilkada menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat menilai kinerja pemerintahan hasil pilpres dan anggota legislatif. Selain itu, dengan rentang waktu yang berdekatan dan ditambah dengan penggabungan pemilihan umum anggota DPRD dalam keserentakan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
Tak hanya itu, MK juga menilai tahapan penyelenggaraan pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 tahun dengan pemilihan kepala daerah, juga berimplikasi pada partai politik-terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum. Akibatnya, kata MK, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik.
Selain ancaman terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, tumpukan beban kerja penyelenggara yang terpusat pada rentang waktu tertentu karena impitan waktu penyelenggaraan pemilihan umum dalam tahun yang sama menyebabkan adanya kekosongan waktu yang relatif panjang bagi penyelenggara pemilu.
"Masa jabatan penyelenggara pemilihan umum menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan 'tugas inti' penyelenggaraan pemilihan umum hanya sekitar 2 (dua) tahun," jelas Arief.
OTT KPK di Medan, Sejumlah Pihak Terjaring Operasi Senyap
MedanMK Putuskan Pemilu NasionalDaerah Dipisah, Sayonara Coblosan 5 Kotak Suara
NasionalMK Putuskan Pemilu NasionalDaerah Dipisah, Pileg DPRD Bareng Pilkada
NasionalDana Desa dan Koperasi Desa Merah Putih bisa disinergiskan dalam pembangunan ekonomi pedesaan.
EkonomiFROMPER Sekolah Gratis di Sumut Harus Modern dan Berkualitas, Bukan Sekadar Bebas SPP
MedanICRAF dinilai Bupati Labura telah berkontribusi banyak terhadap perkembangan petani kelapa sawit.
BeritaAjang Kreativitas Siswa/i SD Negeri 4 Abiansemal Dengan Tema "Fouras Creative Movement" Sukses Digelar
DaerahKomisi XII Temukan Perusahaan Rusak Lingkungan di Medan, Minta KLHK
MedanKetua PSI Sumut dan Wakil Ketua MUI Medan Sambut Kepulangan Jamah Haji Kloter X
MedanHIMMIA Sumut Yakin Polda Sumut Bekerja Secara Proporsional dan Adil Tanpa Intervensi Apapun
Medan